Dua Tahun Mandek, Laporan Dugaan Penipuan Rp20 Juta Masih Menggantung di Polresta Pekanbaru

GLADIATOR
0

PEKANBARU | Kasus dugaan penipuan dan/atau penggelapan uang tunai senilai Rp20 juta yang melibatkan seorang pemilik usaha cucian mobil di Jalan Duyung, Kelurahan Tangkerang Barat, Kecamatan Marpoyan Damai, Pekanbaru, belum juga menemukan kepastian hukum. Laporan tersebut telah dilayangkan ke Polresta Pekanbaru sejak Selasa, 12 September 2023, oleh pelapor berinisial MH melalui kuasa hukumnya, Afriadi Andika, S.H., M.H.

Sudah hampir dua tahun berlalu, namun proses hukum atas laporan tersebut dinilai stagnan dan tanpa kejelasan. Klien merasa dirugikan secara materiil dan psikis, sementara terlapor diduga tetap beraktivitas seperti biasa tanpa hambatan hukum.

Kronologi Kasus: Jaminan Mobil Diserahkan, Tapi Uang Hilang

Afriadi menjelaskan bahwa kliennya, MH, memberikan pinjaman uang tunai sebesar Rp20 juta secara langsung (cash) kepada seorang pengusaha cucian mobil berinisial S. Sebagai jaminan, S menyerahkan satu unit mobil bernomor polisi BM 1617 AT yang kala itu berada di lokasi usaha cucian miliknya.

Namun, bukannya melunasi pinjaman seperti dijanjikan, mobil yang dijadikan jaminan tersebut ternyata telah diserahkan kepada orang lain tanpa pemberitahuan maupun persetujuan MH.

“Setelah menerima uang, jaminan justru diserahkan ke pihak ketiga. Lalu saat ditagih, S hanya membayar Rp2 juta. Klien kami menolak karena tidak sesuai dengan kesepakatan,” ujar Afriadi.

S juga sempat menjanjikan akan melunasi utang tersebut pada tanggal 5 September 2023, namun hingga kini janji itu tidak ditepati.

Bukti Pembayaran Fiktif?

Ironisnya, saat menerima surat pemanggilan dari penyidik Polresta Pekanbaru, terlapor S mengklaim telah melakukan pembayaran sebanyak dua kali dan menunjukkan bukti pembayaran. Setelah ditelusuri, bukti tersebut tidak valid alias tidak sesuai dengan kenyataan.

“Tidak ada bukti pembayaran yang benar. Hanya klaim sepihak yang tidak dapat dibuktikan. Ini memperkuat dugaan bahwa pelapor memang berniat tidak baik sejak awal,” kata Afriadi.

Pasal 372 dan 378 KUHP Jadi Landasan Laporan

Afriadi menyebut bahwa laporan kliennya telah didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.

"Secara unsur pidana, ini sudah terang. Ada perbuatan (actus reus), ada niat jahat (mens rea). Alat bukti sudah ada. Tapi kenapa sampai saat ini belum ada penetapan tersangka?" ujarnya heran.

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014, penetapan tersangka harus memenuhi minimal dua alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai pemeriksaan terhadap calon tersangka.

“Jika syarat formil dan materil sudah terpenuhi, maka tidak ada alasan untuk tidak menetapkan seseorang sebagai tersangka,” tambahnya.

Desakan untuk Kapolresta Pekanbaru

Melihat stagnasi kasus ini, tim hukum MH secara tegas meminta atensi dari Kapolresta Pekanbaru. Mereka berharap, perkara ini segera diproses secara profesional, transparan, dan berkeadilan, tanpa pengaruh relasi terlapor dengan pihak mana pun.

“Klien kami merasa hak-haknya terabaikan. Proses hukum yang lambat seperti ini menimbulkan trauma dan kerugian psikologis yang berkepanjangan,” kata Afriadi.

Ia menambahkan, hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Jika memang ada alat bukti dan unsur pidana terpenuhi, tidak ada alasan untuk menunda proses penegakan hukum.

Tim

Posting Komentar

0Komentar
Posting Komentar (0)